Isnin, 16 April 2012

Karena Ukuran Kita Tak Sama

seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya

memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti

memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan

kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi

Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.

Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,

“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”

Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.

”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,

“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”

Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.

”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.

“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.

”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”

“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“

“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”

Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,

”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”

‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.

‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani Makhzum nan keras & bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu –keras, jantan, tegas, tanggungjawab & ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas kepemimpinannya.

‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.

Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.

Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.

“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”

Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.

Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.

Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.

“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”

“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.

Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”

Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.

Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.

Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.

Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.

Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi

tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.

Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.

Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.

Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”

sepenuh cinta,

Salim A. Fillah

perkongsian hebat dari : http://www.readability.com/read?url=http%3A//salimafillah.com/karena-ukuran-kita-tak-sama/

subhanallah. Semoga bermanfaat.

Khamis, 5 April 2012

Life Is A Mystery

" Yesterday is History, Today is a Gift, Tomorrow is a Mystery"

"Sesungguhnya manusia merancang, Allah juga merancang, Sesungguhnya Allah sebaik-baik Perancang"

Dalam sekelip mata,
Semuanya telah berubah,
Daku pejamkan mata serapat-rapatnya,
Mengharapkan semua ini satu mimpi,
Bukan sebuah realiti.
Namun, apabila ku bukakan mata,
Ku dapati, semua ini adalah sebuah kenyataan,
Kenyataan yang sangat menyakitkan,
Mungkinkah?
Kenyataan ini merupakan sebuah teguran,
Menyedarkan seorang hamba akan perhambaannya,
Perhambaan kepada Yang Maha Satu,
Maha Pencipta & Maha Pencinta.
Mungkinkan?
Dugaan ini adalah sebuah ujian,
Untuk menguji ketulusan & keikhlasan hati,
Lalu,
Hanya kepadaNya daku bersujud,
Di hadapanNya sahaja daku mengadu & merayu,
Dengan suara yang begitu lemah dan tersedu-sedu,
Memohon dengan penuh ITQAN,
Mengharapkan Impian Menjadi Kenyataan,
Meyakini bahawa setiap kesulitan pasti ada kemudahan,
Setiap permasalahan pasti ada jalan penyelesaiannya,
Setiap penyakit pasti ada penawarnya,
Hanya dengan satu kata,
TAQWA
Lalu,
Daku menghela nafas panjang.
Lalu ku kuatkan Himmah & Iradahku,
Membulatkan sebuah tekad & keazaman,
Untuk berusaha meraih Taqwa,
Kerana di situ punya kunci sebuah Kebahagiaan,
Kerana di situ daku akan temui kemudahan pada setiap kesulitan,
Kerana di situ daku akan temui jawapan pada setiap permasalahanku,
Kerana meyakini tidak ada yang mustahil bagiNya,
Apabila Dia mengatakan JADI, maka JADILAH,
Walaupun seluruh manusia menghalang itu terjadi,
Ia tetap akan jadi,
Begitu juga sebaliknya,
Jauh di sudut hatiku bermonolog sendirian,
Tidak akan pernah berputus asa,
Tidak akan pernah berputus harapan,
Tidak akan pernah merasa lemah,
Tidak akan pernah perhenti berusaha,
Tidak akan pernah berhenti bertawakkal,
Kerana bersama kelemahanku ada sebuah kekuatan,
Kekuatan Janji dari Yang Maha Kuat.
Sesungguhnya Dialah Sebaik-Baik Perancang,
Sebaik-Baik Penentu.
Dengan meyakini janjiNya,
Dengan sepenuh tawakkal kepadaNya,
Daku bukakan langkah dengan pasti.
Mentari itu pasti muncul kembali,
Bila saat menetapkan,
Mendung megucapkan salam perpisahan,
Mentari pula,
Mengucapkan salam pertemuan,
Untuk terus menjalankan fitrah ia dijadikan.
Untuk menyinari perjalanan hari,
Dengan penuh senyuman kebahagiaan,
Sambil berzikir memuji Tuhan.
Mendung & Mentari,
Kudua2nya bergerak mengikut aturan dan hakikat mereka dijadikan,
Kerana taat, tunduk dan patuhnya mereka,
Pada aturan Tuhan.
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakhbar.

Khazanah & Rahsia sebuah kehidupan,merupakan sesuatu yang di luar perbatasan pemikiran, seorang manusia yang lemah. Sebagai manusia, kita mengharapkan hari-hari yang kita lalui akan berjalan dengan baik, kita mengharapkan segala perancangan yang kita lakukan akan terlaksana dengan baik. Namun, adalah paling baik, apabila bersama-sama perancangan kita itu, sentiasa kita letakkan harapan sepenuhnya kepada ALLAH SWT, walau apa badai yang melanda di tengah-tengah perjalanan kita untuk memenuhi segala yang telah kita rancang, kita tidak akan kecewa dan berputus asa, kerana meyakini bahawa, bersama-sama perancangan kita ada tawakkal dan penyerahan kepada Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Mengatur, Yang Maha Menentukan.

" Ya Allah, kurniakan kami kesabaran dalam perjalanan ini, janganlah Engkau biarkan kami berputus asa pada rahmatMu, walaupun sesaat dalam kehidupan kami"

" Jadikanlah sabar dan solah itu penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk".


Setia menanti dalam munajatku,

Penawarhati 90
9.20 am
6 April 2012
Desasiswa saujana.